Sabtu, 21 Juni 2014

Situasi Beku.

Ini bukan tentang banyak suara berlalu-lalang.
Bukan tentang banyaknya manusia yang hadir di depan mata.
Tapi ini tentang kerinduan.
Tentang kehangatan orang-orang terkasih. Orang tua, Saudara, teman-teman, dan mungkin Kamu.
Tentang cinta yang rasa-rasanya lama tak dijumpai. Lama hilang dari hati.
Oh bukan hilang, lama tak ditampakkan.

Malam ini bukan tentang Sepi yang menyergapi hati.
Bukan gelap teras karena lampu padam. Bukan juga langit kosong yang tak bergurau.
Tapi kerinduan. Tentang hal akrab yang tiap hari ditemui dan kini tak lagi.
Bagaimana manusia kadang menjadi sangat lemah. rapuh melebihi debu.
Yang kadang-kala butuh air mata untuk pipi yang mulai kering. Basahi hati gersang yang retak-retak.

Namanya saja manusia. Mahkluk seperti kami punya kesadaran kuat tentang lubang pribadi.
Bahwa kami tidak benar-benar utuh. Kadang kami menjadi sangat manja dan lemah pada situasi, tentu kami sadar
dan benci mengakuinya.

Bagaimana denganmu, tuhan? kamu tak seperti kami para manusia bukan?
Ah maaf, maaf sudah entahlah. Maaf saja. Maaf saya manusia biasa.

Tapi situasi labil ini takkan berlangsung terlalu lama.
Saat-saat seperti inilah terlihat mana pelukan, mana cekikkan.

Sabtu, 07 Juni 2014

Kucing rumah.

Seekor kucing rumahan berjalan-jalan keluar. melihat dunianya yang sebesar sudut sebuah kota.
Di tikungan ia bertemu anjing liar, bertukar pikiran dan jatuh cinta.
Sesaat setelah berjalan kucing melihat tikus, refleks ia lari mengejar. Wajarlah, naluri seekor kucing.
Setelah lelah berlari, kucing kembali pada anjing tanpa membawa tikus yang diincarnya tadi.
Tiba-tiba anjing membentak geram. Merasa ditinggalkan, dilecehkan sebagai seekor anjing jantan liar yang garang. Merasa martabatnya lebih tinggi dibanding kucing betina rumahan yang baru keluar melihat dunia.
Kucing ditinggalkan, dan kembali berjalan sendiri.

Sehari sudah ia berjalan, tak banyak yang dilihatnya.
Banyak manusia jahat, sedikit lainnya hanya sesekali menoleh, entah tergolong baik apa biasa-biasa saja.
Kucing berhenti sebentar mengendus-ngendus kelaparan.
Datanglah seekor ayam, memandang kasihan dan menawarkan makanan.
Namun kucing bukan herbifora kan. Ia menolak dan berjalan lagi mencari makan.

Lama sudah perjalanan, rasanya hampir seluruh sudut sudah ia jejaki.
Ia ingin pulang ke rumah.
Saat berbalik, yang dilihatnya adalah tempat asing yang sesak oleh tawa. hingar-bingar kota menegangkan matanya. Kendaraan riuh, dengan egois lewat, menciprati tubuh kucing dengan genangan air.
Kucing tak lagi terlihat cantik. Kini ia kumuh, tak terawat, dan semakin merindukan rumah.

Tak terdaki.

Rasa-rasanya ada badai dalam dada.
Kamu adalah hembusan tipis angin siang yang masuk diam-diam ke dalam kamar.
Adalah ekspresi datar dengan sedikit genangan air di pelupuk mata.

Apa kabarnya kamu hai orang baru?
Rasanya kamu mengalahkan telak pertahanan ketatku.

Kamu yang rasa-rasanya tak begitu istimewa, kamu orang baru yang singgah dan menjajah.

Apa kabarnya kamu hai orang baru.
menyesatkan aku di antara gunung tinggi yang tak dapat kudaki.

Inilah minggu siang berisikan tiada.

Rabu, 04 Juni 2014

Romantis dan tragis.

Terima kasih pernah mampir sebentar di sini.
Walau cangkir di lemari akan merindukan kepulan asap teh yang kubuat untukmu,
paling tidak kursi yang kau duduki itu pernah merasa hangat setelah sekian waktu berlalu.

Terima kasih sudah segera pergi,
kamu hanya tidak mau menyakiti 'kan? Sebelum aku jatuh lebih dalam masuk lamunan.
Sebelum aku memenuhi dinding dengan macam-macam gambar senyuman.

Terima kasih segera peka,
kamu hanya tidak mau suatu nanti aku terkurung dalam gelap 'kan? menimbun diri dengan harapan yang kuciptakan sendiri.

Jangan tanyakan bagaimana dalam aku kehilangan.
Merindukanmu seperti pagi cerah yang kehilangan fajar. Seperi malam yang tak kenal gelap.
Tapi aku takkan berubah. Jangan terlalu menyesal telah pergi, aku adalah makhluk paling bahagia di bumi.
Aku akan selalu bahagia. Luka kecil di lutut, sikut, atau tulang kering sudah seperti teman bermain.
Aku akan selalu hangat dan membuka tangan. Syukurlah ada malaikat yang mereka sebut sahabat.

Akhirnya kini aku jadi lebih mengerti, kadang kala "menunggu" bisa jadi hal yang menyenangkan, begitu dirindukan. 

Romantis dan tragis secara bersamaan.

Senin, 02 Juni 2014

Hanya kemarin.

Hanya sampai kemarin aku menjadi pengagummu yang lugu.
kenyataannya adalah tak ada daun yang tinggal setia di dahan. hingga pada waktunya tiba, mereka akan pergi diterpa musim berangin.
Sama seperti kamu kemarin.
Yang diam-diam pergi meninggalkan senyumku yang terpaku untukmu.
Sama seperti kamu kemarin yang menyisakan gundah diakhir kehadiran.

Kamu memaksaku untuk menerka.
Bahwa mungkin kamu hanya bersinggah setelah penat menghadang.
Mungkin pelabuhan yang kau kunjungi tidak begitu tepat di hati?

Huh, aku mulai berburuk sangka.
Kamu yang paling tau mudahnya kepercayaan kutitipkan pada siapapun.
kamu yang paling tau rentanya sekatku yang tipis pemisah lugu dan bodoh,
kamu yang meninggalkanku dengan sebuah tanda seru.

Dan kenyataan terbuka lebar di mata.
Kamu benar, dari seluruh yang datang, sebagian besar akan mudah pergi dan hilang.

Minggu, 01 Juni 2014

Men

Darahku berdesir.
Setiap menemukan suratmu dalam kotak pos milikku. Aku berdesir.
Setiap kutiti satu-satu kata darimu, aku berdesir.
Memandangmu yang berlalu-lalang dalam kepala pun, aku berdesir.