Selasa, 30 September 2014

Kasih, bagaimana jika aku tak punya esok tuk sembahkan bagimu?
bagaimana mata kita akan berpagut dalam detak yang malu-malu?
Bagaimana jika september ini tak tiba juga di tepi? Dan kita hanya sebatas malam polos dan masuk angin.

Kasih, apa terlalu berlebihan jika kuinginkan namamu yang memutih dalan tiap helai rambut tuaku?
Yang meresap dalam retakan pori sisa mudaku.

Jumat, 19 September 2014

Dalam petang, akhir hari yang panjang, pekat malam menelan sebagian kesadaran, melanturkan kamu dalam tiap helaan nafas. Kamu menyentuh seluruh inderaku, mengaburkan pandang dengan tawaran esok yang gembira, menyelimuti kulit yang mulai tebal rasa, menabur semerbak semi khas jatuh cinta, memetik senar yang lupa pernah bergetar. ahh juga mencicipkan manis kecup bibir bulan dalam kamboja malam.

Akhir-akhir ini kamu senang sekali hadir di atas bantal. Mengintip mimpi lewat ingatanku tentang senyum bibir tipis itu. Tak bosan lewat di mana-mana, walau sudah kutitipkan dalam puisi, gambar, atau doa, kamu tetap tak mau pindah dari sini, mengisi hati dan kepala.

Kasih, aku ingin menempuh esok yang mulus. Rata, tanpa lubang di dada.
Jadi tetaplah di sini, jangan biarkan hariku berlubang dengan langkahmu yang menjauh pergi.



Kamis, 11 September 2014

Aku tidak ingat apa-apa di 10 september malam. Kecuali kebahagiaan.
Meledak-ledak di dada, ricuh dan lembut sekaligus

". . .aku sayang kamu, ".

Senin, 08 September 2014

Hari ini purnama penuh mengisi petang.
cahayanya masuk lewat jendela. menguasai ruang, mengapresiasi hati yang tengah merekah merah.

Ketika itu, malam seperti ini. Saat bulan penuh seperti saat ini.
Kita menuruni senja, beranjak dari satu bukit ke bukit lainnya. Kamu masih sama. Masih saja lewat dan mengukir rona merah di wajah.
Memasuki pikuk kota madya, kita gembira. Entah apa yang kita tertawakan, hanya bahagia dan menebar kelopak mawar di sepanjang perjalanan pulang.
Saat kita berpisah di depan pagar, saat kamu tersenyum di akhir 11 juli malam, dingin pun tau ada hati di sana.

Dan kita bertemu lewat gambar, kata, bunga, keringat, dan macam-macam caraku menyentuh pundakmu. memeluk ranselmu.
Sedikit lebih unik, kamu memikat dengan hati-hati. Lebih dalam dan runcing. Menyerang dan bertahan.

Kembali pada bulan penuh yang mengisi petang ini,
aku jadi ingin lebih berharap. Pada waktu, keadaan.
Boleh kugantung sebuah harapan sembari berjalan?
Tentang kamu yang bukan sebatas waktu yang disekat tiap 24 jam padat, minggu, senin, selasa, rabu, dan sebagainya. Bukan kemarin, lusa, hari ini, atau besok. Tapi tentang kamu yang tak berbatas.
Kamu yang akan meneguk secangkir senja berisi teh tawar hangat bersamaku.