Senin, 30 September 2013

Titik Henti.



Hanya tak tau apa yang pantas dituangkan.
Semua tinta yang lebur dalam pikiran. Corak-corak absurd yang membentuk tugu pertanyaan.
tentang apa, siapa, dan mengapa. Tentang jentik jari yang memahat janji. Tentang rindu yang kehilangan inti. Pecah, buyar.
Dunia kini terlihat abu-abu. Yang berwarna hanya keraguan. Menandai kenyataan yang memecah indahnya mimpi.
membaginya menjadi sekecil sel purba yang mustahil.
darimana kita memulai? Sampai mana kita boleh berjuang.
Menelusuri tanda yang berputar melingkar. Meniti hari dengan senyum imitasi.
Lewat nada dan lirik wakili hati,
dimana titik yang kita cari?
Dimana letak garis kita berhenti?

Boleh kupilih untuk berhenti?
Sialnya aku kalah, jatuh, dan gugur dalam perang hati sendiri.

Minggu, 29 September 2013

Merah!

Tidak seperti pohon yang dapat ditebang.
rasanya terus tumbuh ya? sampai dimana ujungnya? sudahkah menyentuh awan?
menusuk cakrawala.

Hey, apa yang kau ingin kukata?
Selalu meriak saat air mulai tenang? Ingin pamer kesakitan? Senang terlihat menyedihkan?
Oh maaf,
kamu hanya ingin marah ya..

Frontal. kali ini tak ada sekat yang tutupi makna. Kata-kata pasti. Jelas tanpa disirat.

Aku mengerti.
Tapi apa kamu mengerti? Sedari awal. sudahkah terpahami?
Jangan pura-pura menutup mata. Kamu tau siapa yang kamu cintai bukan.

Sudahlah, aku bosan menguntai benang yang sama.
Mari mengangkat tangan dan mulai menyimak.
Yah, opera dibuka!

Sabtu, 28 September 2013

Rasa



Sayang, apa kabarmu?
Lama juga sejak terakhir kita bercumbu.
Kenapa? Kamu kaget mendengarku?
Kini aku telah gugur. Tertumpuk ribuan senja serta kenangan senyum kita.

Jika bisa disebut Sia.



Hey, foto-foto itu bergerak!
Tiba-tiba yang mustahil itu datang lagi. Mereka bersuara dengan lantang.
Mengundang lagi ingatan tuk penuhi ruang.
membuai diri untuk jatuh dan mulai bermimpi.
Mengirim sandi pada usaha untuk bangkit dan berjuang.

Sudahlah, hentikan.

Siapa yang bisa mengekang ideologi yang tumbuh pada pribadi setiap jiwa?
Kesia-siaan yang terlalu nyata untuk ditawar.


Rabu, 25 September 2013

Sudut.

Biasanya aku senang duduk di sudut kamar.
Tentu ini bukan ketakutan, atau gigil yang enggan ditaklukkan.
Aku hanya senang memandang dengan bebas.

Dari sudut, aku dapat melihat segala arah.
Menatap tiap senti penuh kenangan. Gairah masa muda.

Tak kusangka akan merindu lagi.
Hari ini benar-benar terjadi.
Mungkin aku hanya perlu sadar, bahwa tempatku saat ini
adalah sudut terbaik untuk memandang semesta secara bijak.





Selasa, 24 September 2013

Pukulan telak seorang ramah

Aku merindukan yang sayu pandangnya.
Yang optimis dengan kisah bahagia di akhir cerita.
Bertahan dalam amukan angin. Saat akarnya dicabut paksa dari percaya.
Dalam jagad yang jahat, ia sendiri.

Merangkai satu demi satu cinta. Memperbaiki takdir yang dikoyak kenyataan.

Ia memaafkan ketidakpastian yang memapar. Memeluk tangan yang menampar.
Mencintai yang telah terjadi, menyeka air mata pendosa.

Manusia dan Alamnya.

Hari ini aku berbincang dengan seorang teman.
Teman yang juga percaya bahwa dunia kita tak persegi.
Dunia kita bukan dimensi tertutup.
Dia lebih senang menyebutnya bulat. Keutuhan, kesatuan, katanya.

Aku sendiri percaya bahwa kita tak terbatas.
sekat kita adalah kepercayaan itu sendiri.

Dari teman yang lain,
aku melihat 2 jalan tentang alam dan manusia.
Manusia yang adalah bagian dari alam semesta,
atau alam semesta itu sendiri didalam manusia?

Apapun jawabannya,
Kita adalah satu dan tak terpisah.

Senin, 23 September 2013

Pohon tua.

Menghela lagi.
Mengeluh pada hari. Pada situasi.
Seperti pohon yang lelah berdiri.
---------------------------------------
Akar sudah menjalar mandiri. Hanya peduli pada nalarnya sendiri.
Dimana bisa bertahan, jika bahkan tanah jelas menolak.
---------------------------------------
Hari ini pohon menangis lagi,
Berbisik lirih tentang kencang angin sehabis pagi.
Dan mereka yang dengan kasar mengukir paksa namanya disini.
Menembus kulit meleleh perih.
---------------------------------------
Tak ada yang mau meneduh, malah lari dan menjauh.
Memendam ketakbergunaan, lalu dosa dan bimbang.
---------------------------------------
Musim berganti terlalu cepat.
Saat daun sudah habis termakan jaman.
Pohon masih tak menyadari, bahwa adalah keputusannya untuk rubuh sendiri.

Minggu, 22 September 2013

Rumah gelap.

Sial, aku tak mau lagi melihatnya!
Tiap ruang pada rumah itu.
Hanya menyakitkan.

Apapun yang digantung disana,
entah mawar, melati, bakung, lukisan, senyum, matahari, atau hari,
semua terlihat menjerit.
Sesekali diam lalu melolong lebih kencang.

Rasa memang tumbuh,
yang merah menjadi hitam, yang hitam menjadi geram.
Yah, aku takkan pernah suka.

Gugur lagi

Setumpuk daun kering jatuh lagi pagi ini.

Aku lelah menyapu halaman!
Menangisi segarnya rumput yang tertimbun kenangan.
Peradaban dalam dunia dengan ragam musimnya.

Bakal daun yang mau tumbuh itu.
Begitu gembira.
Tak sabar melambai-lambai bahagia dibawah matahari bersama angin,
Siap menyimpan musim semi, hujan, dan panas pada tulang daunnya.,
yang pada akhirnya akan ikut kering di musim gugur nanti.


Jumat, 20 September 2013

Gugurnya daun kering.

Sungguh aku merindukan esok yang belum pernah kutemui.

Hari ini aku memungutnya,
daun-daun kering yang berisi tentang cerita musim gugur.
Musim dimana ia harus meninggalkan segalanya.
Kehidupan, warna, tangkai, dan kumbang.
Menukar keikhlasannya dengan menjadi sampah.
Menyimpan cerita yang takkan pernah terkata.

Kemarin kususuri kembali jalan itu.
jalan yang hanya merasakan satu musim saja.
Kisah yang ikut gugur bersama jatuhnya daun kering.


Kekasihku subuh ini.

Apa yang kamu inginkan? Menggodaku?
Menarikku dalam mimpimu? atau merasukiku? Menyekapku?

Ah tidak,
Kamu terlalu sendu, bermimikri dalam pandangku.
menghadirkan kembali film-film lawas yang tertumpuk waktu.
Melemahkan akal sehat dengan aroma vanila.

Kamu senang sekali menggoda rupanya.
tau bahwa aku tak pandai menyekat peristiwa?
bahwa semua ikut mengalir jika bocor pada satu bagian?

Sial, ini sudah larut.
Merasa berkuasa. Menertawai tanpa suara. Menangisi tanpa air mata.

ahh sekarang kita cuma berdua.

Berbisiklah dan kecap rasaku.
Kamu mendengarnya? Kesunyian.

Rabu, 18 September 2013

"Kisah kita sebelum Senja"

"Jika kelak kita bisa hidup sampai Senja tiba,
Akan kubacakan puisi ini sekali lagi untukmu.
Dibawah langit jingga,  menunggu senja kita.
Menunggu Senja Kita."

Sebuah karya Indah oleh kakak teater saya, mas Doni Agung Setiawan.
Karya yang selalu mampu memanggil saya untuk menilik lagi lagi dan lagi. Manis.

Minggu, 15 September 2013

Asap dari bibirmu.



Aku melihat asa yang mengepul di udara.
membumbung tinggi dan lenyap.
Seperti seorang gagal yang coba menggenggam langit.
Terlalu cepat menelan khayalan bulat-bulat!

Ssssttt!!

Satu per satu musim jatuh dan gugur lagi.
hinggap di atas payung dan terbang terbawa lamun. Hancur.

Kamis, 12 September 2013

Merah muda.

Bagaimana jika aku berubah warna?
menjadi Merah Muda.
Apa kumbang akan menerimannya?

Bukan terendam pemutih kemudian luntur. Hanya merah yang berbeda.
yang lalu dan hilang.

Apa lambang warna dari bahagia?
Biar semua mengecapkan sedikit saja,
tanpa Kecuali.

Anyelir.

Beralih?



Hai Langit, apa kabar?
Sepertinya kau bertambah luas ya?
atau aku saja yang semakin berkecil hati menatapmu.

Aku ingin menjadi bagian darimu,
hahaha yang benar saja, kakiku telah menambatkan harapnya terlalu dalam di tanah.
Tapi, memang pada dasarnya manusia seharusnya menginjak tanah bukan?

Seorang bodoh yang percaya pada kedalaman timurlaut segitiga bermuda.