Minggu, 08 September 2013

Begitu saja


Oke, kita bertemu lagi. Kini, saya hanya ingin menulis. Bercerita.
tidak ada bait-bait getir atau romantis. Hanya uraian tentang lembaran hari saya.

Malam ini, malam senin ini.
dalam sekelebat detik yang lalu, saya terhentak dalam marah.
Marah? Ya, marah. Marah sekali. Marah pada kebencian tanpa alasan saya.
tanpa tujuan, tanpa objek khusus yang terarah. Hanya benci.
mungkin ini terlalu bodoh, tapi untuk apa saya berbohong.
Namun, sekedip kemudian, saya bersyukur atas segalanya pada Tuhan.
atas hidup saya.
seluruhnya, seutuhnya, tanpa remah yang tercecer setitikpun.
bersyukur adalah cara terampuh menerima diri secara utuh.
 Dan hanya itu cara agar bahagia.

Kondisi, keadaan, yang sudah tertulis di awan, laut, tanah, pahatan takdir saya adalah Keren.

Tuhan tidak ber”Geng” bukan? Memihak domba tertentu dan membuang yang lain.
Dia adil. Kau tau persis itu.

Garis-garis ditelapak ini terlihat sudah sangat indah dan romantis.
Awan di atas kepala, warna, lekuk, dan aura yang eksotis tuk dipandang.

Ayolah, jangan bercanda. Hidup ini tidak begitu buruk.

Dan jika memang buruk, lalu kenapa?
pertanyaannya adalah bagaimana memodifikasi, atau mengubah, atau menikmati, atau meresponnya bukan?
Lalu apakah ketika jatuh, hanya tidur mencium bau tanah?
Kenyataannya, hidup bukan hanya 1 ruang berdinding persegi.
Banyak pintu masuk-keluar yang lain.

Ini adalah mimpi tak berbatas yang menunggu untuk diwujudkan. Nasib hanya pelarian agar tak perlu berdiri.

Jika banyak diluar sana yang masih tersenyum dengan lukanya. 
Lalu kenapa tidak kita nikmati saja gores-gores ini?
Siapa tau, ini pahatan Tuhan yang akan mempercantik kulit pribadi kita.

Ayolah, jangan cengeng.

Aku hanya benci kepercayaan akan ketidakmampuan.
Itu hanya dilakukan oleh Pengecut yang ingin lari dari kenyataan.

Lalui, Tembus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar