Minggu, 05 Oktober 2014

Kita bertemu dalam desiran angin februari, di atas timbunan debu yang merumput, dan kamu mengilapkan semua dengan satu senyuman.

Kita tersenyum di tengah kemarau mei, saat daun-daun gugur dalam cokelat-emas, ketika punggungmu begitu lebar hingga rasa-rasanya tak dapat kurengkuh seutuhnya.

Saat bulan lama tak sapa malam, saat yang tinggal di kamar hanya kenangan dan kesal. Juni menjadi kelam, lama sekali keluar dari kalender di dinding ruang, ditemani sebungkus es krim yang kau beri malam itu, meratapi hati yang hilang garam.
Lalu entah bagaimana punya kaki, jarum bergerak cepat, laju berlari dari juli ke agustus yang indah, kita mekar di tengah semi yang hangat. Di bawah tangga, bersiap meniti satu-satu anak tangga dengan saling menggenggam. Dan kamu tersenyum seperti februari lalu, seperti pertama aku tertegun, menatap huruf "W" di tipis bibirmu.

Kasih, kini oktober datang membawa benang berwarna merah. Kan kah kelingkingmu sudi terikat denganku?
Lalu tiba-tiba ingatanku terlempar pada masa di mana "Aku tau resikonya" berdengung berkali-kali di telinga, di kepala, hati, dan terbawa dalam doa.
Aku ingin memelukmu sekali lagi sayang, namun kali ini ijinkan waktu tuk lepas dari logika. Bahkan kita akan melaju dalam tak hingga, dalam dimensi yang tak berbatas.
__
Aku sayang kamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar