Senin, 08 September 2014

Hari ini purnama penuh mengisi petang.
cahayanya masuk lewat jendela. menguasai ruang, mengapresiasi hati yang tengah merekah merah.

Ketika itu, malam seperti ini. Saat bulan penuh seperti saat ini.
Kita menuruni senja, beranjak dari satu bukit ke bukit lainnya. Kamu masih sama. Masih saja lewat dan mengukir rona merah di wajah.
Memasuki pikuk kota madya, kita gembira. Entah apa yang kita tertawakan, hanya bahagia dan menebar kelopak mawar di sepanjang perjalanan pulang.
Saat kita berpisah di depan pagar, saat kamu tersenyum di akhir 11 juli malam, dingin pun tau ada hati di sana.

Dan kita bertemu lewat gambar, kata, bunga, keringat, dan macam-macam caraku menyentuh pundakmu. memeluk ranselmu.
Sedikit lebih unik, kamu memikat dengan hati-hati. Lebih dalam dan runcing. Menyerang dan bertahan.

Kembali pada bulan penuh yang mengisi petang ini,
aku jadi ingin lebih berharap. Pada waktu, keadaan.
Boleh kugantung sebuah harapan sembari berjalan?
Tentang kamu yang bukan sebatas waktu yang disekat tiap 24 jam padat, minggu, senin, selasa, rabu, dan sebagainya. Bukan kemarin, lusa, hari ini, atau besok. Tapi tentang kamu yang tak berbatas.
Kamu yang akan meneguk secangkir senja berisi teh tawar hangat bersamaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar